Senin, 12 Januari 2015

Mencari Keteduhan...Manado oh Manado


SENIN 12 Januari 2015, awal tahun dimana aku merasa tak bergairah untuk memulai hari ini. Aku sekonyong-konyong seperti kehilangan arah hidup saja.

Hari ini juga aku menyempatkan diri nonton film di bioskop seorang diri. Judul Filmnya "Merry Riana", yah kisah sukses seorang perempuan Indonesia di negara Singapura, karena korban kerusuhan dibalut suku, agama dan ras (SARA) pasca jatuhnya rezim Presiden Soeharto di tahun 1998 yang dikenal denga reformasi. Yah, etnis Thionghoa banyak yang jadi korban dalam huru hara di Jakarta, termaksud keluarga Merry Riana yang harus terpisah dari keluarganya untuk meloloskan diri dari kerusuhan tak berprikemanusiaan di era itu, dengan perampokan, penjarahan, pembunuhan dan perkosaan bagi para perempuan etnis Thionghoa atau China.

Merry Riana, yang saat ini begitu dikenal di dunia bisnis dan sebagai motivator ini adalah perempuan pertama yang meraih 1 juta dollar di Singapura, dan menjadi perempuan pertama pula yang sukses, karena disebabkan kondisi pada awal dirinya berada di Singapura untuk bertahan hidup. Kisah hidupnya begitu menyentuh diriku yang lagi gunda gulana ini dengan permasalahan hidup yang tentunya berbeda dengan kisah Merry Riana.

Inspirasi dari Film tersebut, Merry Rian mengatakan berulangkali bahwa "kebahagiaan hidup itu bukan hanya diukur dari berapa banyak kita mempunyai uang, seberapa pandai kita berhitung, melainkan bagaimana kesempatan yang ada pada diri kita untuk bisa bermanfaat bagi orang lain".

Begitu makna yang menyentuh sisi hati dan pikiran aku yang paling dalam. Tetapi aku tak mau banyak bercerita tentang kisah sukses Merry Riana. Saat ini aku kembali terhadap kisah diri sendiri. Aku berada di sudut Kota Manado, tepatnya di Pantai Malalayang usai menikmati film berbobot itu. Sore hari menjelang matahari tenggelam itu, aku duduk santai menikmati keteduhan pantai tersebut, sembari mata aku tak henti-hentinya menatap dari kejauhan Kota Manado dan menjulang kokohnya Gunung Manado Tua.

Duduk seorang diri sambil memesan segelas teh panas, dua potong pisang goreng dan sebungkus rokok, aku sibuk dengan pikiran yang seakan mengharapkan keteduhan seperti layaknya pantai Malalayang di sore itu.

Yah..terus terang saat ini aku sulit berkonsentrasi, seakan ada yang mengganjal dalam pikiran ini, entah apa itu ? Semuanya jadi runyam, buram dan membuat aku tak bisa apa-apa. Seakan tak ada yang bisa menjawab akan semua ini, terkecuali jawaban a sampai z yang aku pikirkan berulang kali dalam kegelisahan aku. Oh..... dimanakah keteduhan itu? Aku menunggunya, aku menantinya.....

Rabu, 31 Desember 2014

Mencari Jalan Lurus



KEBEBALAN diri aku terus memprosotkan kehidupan kerana paling bawah. Rana dimana aku berkubang dengan hitamnya dosa di tahun 2014. Namun aku masih mempunyai keberuntungan selalu dicintai...

Cinta yang kemudian membuat aku lupa diri bahwa sebenarnya hidup tak semudah membalikkan telapak tangan.
Hati aku resah dan gunda gulana selalu, sehingga "cinta" aku menjuluki dengan pria seribu masalah.

Seribu masalah membuat aku kadang menjadi laki-laki paling sensitif. Begitulah kemudian tangan aku harus melepas hakekat jiwa tulus yang sempat ku genggam itu.
Aku resah, tapi entah apa yang aku resahkan itu.... Aku gelisah tapi entah apa kegelisahanku itu...

Bagai kapal yang terombang ambing di laut lepas, aku kehilangan kompas jiwa. Roh aku begitu tulus mengingatkan akan ke Maha Kuasaan Sang Khalik. Tetapi keegoisan aku mendorongku untuk tetap mencari petunjuk-petunjuk duniawi nan fana. Kemanakah jalan yang harus aku lalui ?

Aku berdiri di persimpangan jalan, ku tutup mata aku sambil merenungkan diri ini akan melalui jalan kehidupan yang berbatu atau berkelok selalu...Ataukah aku harus mengambil jalan yang sama... Jalan yang pernah ku lalui dengan air mata...?

Sulit dan teramat rumit, aku tak mau hanya berputar-putar saja pada lintasan kehidupan yang sama... Dimanakah jalan lurus itu ? (Deandra)

Selasa, 30 Desember 2014

2015 Meraih Mimpi



HARI ini 31 Desember 2014 matahari terakhir yang bisa aku tatap sebelum berganti hari baru di tahun 2015. Aku mengambil waktu beberapa saat merenung di kamar rumah orang tua aku di kota kelahiran.

Memang tantangan di tahun 2014 begitu banyak air mata dan senyuman yang datang silih berganti. Dari semua itu, dua cahaya hidup aku yang paling berharga harus aku tinggalkan untuk sesaat sebagai pembuktian diri.

Mungkin banyak cemoohan dan hinaan, tetapi bagiku itu hanyalah pembangkit semangat aku untuk lebih baik lagi di tahun 2015. Aku mungkin egois, aku mungkin keras hati, dan aku mungkin sang pendosa....

Dari semua itu aku sadar hanya manusia lemah yang tak mau dilecehkan sebagai seorang pria. Tatapan mata aku optimis untuk meraih mimpi-mimpi yang sudah lama tak kunjung datang dalam tidurku...

Aku merasa terayomi...tersayangi dengan seorang bidadari yang kadang pula bisa menjadi dewi pencabut nyawa yang menghajar sisi hati aku terdalam. Semua itu aku pahami karena kekerasan hati aku dalam bingkai keegoisan yang mungkin hanya bisa dihancurkan dengan ketulusannya.

Tapi kadang pingin berkata bahwa yang aku perlukan untuk memahami aku....mempercayai...dan tak memandang masa lalu yang menyakiti.
Mudah bagiku untuk mengambil keputusan kedepannya, tapi aku butuh orang yang benar-benar bisa menjadi teman sejiwa yang harus banyak mengerti akan diri aku.

Biarkan cintamu mengalir pada diri aku.... penuhi hati aku yang hitam ini dengan cinta, agar aku bisa hidup kembali meraih mimpi-mimpiku bersamamu sang bidadari....

Jumat, 12 Desember 2014

Live TVRi Sulut, Korupsi oh Korupsi



PADA tanggal 10 Desember 2014 saya tampil Live di stasiun televisi TVRI selama 1 jam bersama narasumber lainnya, Taufik Tumbelaka, pengamat sosial di Sulut. Dipandu seorang Host cantik, dialog dengan tema anti korupsi itu berjalan cukup baik.

Jempol buat TVRI yang mulai keluar dari frame melekat selama ini sebagai televisi milik pemerintah yang dahulunya merupakan televisi yang digunakan oleh rezim sebagai alat propaganda belaka.

Kembali pada dialog khusus yang merupakan bagian dari peringatan hari anti korupsi pada setiap 9 Desember itu, membahas mengenai berbagai lingkup korupsi terutama penanganan kasus-kasus korupsi yang terjadi di Nyiur Melambai, sebutan lain bagi wilayah Sulawesi Utara (Sulut) yang memang sejauh mata memandang sejak dahulu wilayahnya banyak di tumbuhi pohon kelapa.

Taufik Tumbelaka, narasumber yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Sulut merupakan teman lama. Sedianya kami berdua akrab saat saya waktu itu aktif sebagai jurnalis disalah satu koran harian di Kota Manado yang menggawangi rubrik mengenai Permesta di Sulut. Maklumlah, Taufik sering memberikan data-data segar terhadap pergolakan di zaman tersebut, dan membangun komunikasi dengan pelaku sejarah Permesta, salah satunya almarhum Kolonel Wem Tenges saat masih sehat-sehat pada waktu itu di tahun 2009 silam.

Sebelum jauh tersesat terhadap cerita kedekatan saya dengan bung Taufik, sebaiknya kita kembali ke dialog anti korupsi tersebut. Saat on air, host pun mengawali pertanyaan mengenai korupsi di Sulut terhadap saya. Menurut saya yang saat ini aktif dibeberapa Ormas dan LSM anti korupsi menyatakan tindak korupsi di daerah khususnya Sulut masih cukup banyak dan aparat penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, dan hakim Tipikor harus lebih serius dalam penegakan hukum. Jangan pedang hukum itu hanya tajam kebawah saja, tetapi tumpul keatas.

Dalam kaca mata hukum saya, sorotan dan keganjilan dalam kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintahan Daerah (TPAPD) di Kabupaten Bolmong tahun 2010-2011 dengan bandrol Rp. 4,8 Miliar. Dalam kasus itu mantan Sekda Pemkab Bolmong, Ferry Sugeha hanya dihukum hakim Pengadilan Tipikor Manado dengan hukuman penjara 1 tahun. Hal miris lainnya mantan Bupati Bolmong, Marlina Moha Siahaan (MMS) yang sudah ditetapkan tersangka pada 1 Desember 2013, tetapi belum juga proses penyidikannya P21 ataupun Tahap 2. Padahal penetapan tersangka itu sudah setahun lalu, dan belum juga dilimpahkan ke kejaksaan. Eh... MMS malah melenggang mulus menjadi wakil rakyat di DPRD Provinsi Sulut dapil Bolmong Raya.

Korupsi pembangunan Youth Center di Kota Manado dengan anggaran Rp. 9,6 Miliar baru menyeret tiga tersangka yakni, PM alias Paskalis, RE alias  Onie dan JU alias Jul. Kemudian menyusul tersangka lainnya yaitu FS, GS, CS, MW, SH dan DP. Menurut AKBP Wilson Damanik, Kabid Humas Polda Sulut, dari keenam tersangka itu satu sudah meninggal dunia, yaitu FS. Dalam penuntasan korupsi Youth Center ini cukup menarik. Sebab dua tersangka PM alias Paskalis dan RE alias Onie terus "bernyanyi" mengenai keterlibatan Walikota Manado, GS Vicky Lumentut. Tuduhan demi tuduhan pun terlontar dari keduanya. Pascalis menyebut Lumentut aktor utama juga harus diseret sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran dari Kemenpora RI tersebut, terutama dalam penunjukan personil Komite lewat SK walikota bernomor 70 tahun 2010 atas nama Pascalis Mitakda dan SK nomor 15 tahun 2012 atas nama Ronny Eman. Belum ditambah dengan dugaan gratifikasi pemberian jam tangan Rolex harga ratusan juta dari kontraktor Youth Center, almarhum Franky Sondakh alias FS yang telah ditetapkan tersangka tapi kemudian meninggal secara misterius di Balikpapan, Kaltim.

Korupsi lainnya yang masih mengganjal penegakan hukum, yakni korupsi pembangunan Stadion Kwangkoan dengan anggaran Rp. 5 Miliar, dana sertifikasi guru Manado miliaran rupiah, korupsi PD Pasar Rp.2,5 Miliar, korupsi terminal kayu Kota Bitung berbandrol Rp. 17 Miliar, korupsi anggaran makan dan minum (mami) Pemprov Sulut Rp.9,8 Miliar, dugaan korupsi Solar Cell atau penerangan jalan tenaga surya Rp.33 Miliar dan korupsi lain-lainnya.

Dari melihat korupsi yang ditangani baik pihak kepolisian dan kejaksaan di Sulut, keseriusan dari dua lembaga penegak hukum ini sangat diperlukan dalam penegakan hukum tak pandang bulu. Sehingga "tamparan" dari Komisi III DPR RI, saat kunjungan kerja di Manado awal bulan Desember 2014 ini, yang menyebut bahwa oknum-oknum di kejaksaan maupun kepolisian sering terlibat dalam permainan kasus maupun pemerasan terhadap pengusaha dan kontraktor bisa benar-benar dijawab dengan profesionalisme kerja dengan progress penuntasan berbagai kasus korupsi di Sulut, terutama menyeret aktor utama gurita korupsi yang terjadi selama ini.

Saya saat ini pesimis dengan kinerja kejaksaan dan kepolisian kita. Padahal saat ini adalah waktu dimana dua korps penegak hukum itu bisa membuktikan bahwa mereka bisa diandalkan sebagai penegak hukum yang bebas dari manipulasi, rekayasa dan permainan lainnya yang sudah menjadi rahasia umum sering dimainkan oknum-oknum kedua lembaga tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi atau bekennya disingkat KPK adalah kunci dari pemberantasan korupsi di Indonesia, dimana kejaksaan dan kepolisian bisa intropeksi atau berkaca diri untuk dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Sulut.

Borok penegakan hukum dalam kasus korupsi begitu tercium amisnya uang pelicin, uang pasal, dan uang perekayasaan lainnya dalam berbagai wujud penanganan kasus-kasus korupsi itu. Kalau pun bisa menyeret aktor utama yang mengendalikan secara sistematis perbuatan korupsi, toh hukumannya tidak mempunyai efek jera alias super ringan. Padahal korupsi merupakan kejahatan luar biasa, sama halnya dengan kejahatan HAM dan terorisme.

Permasalahannya saat ini adalah keseriusan dari penegak hukum untuk benar-benar menjadikan hukum sebagai panglima di negeri kita. Dalam dialog tersebut, banyak pertanyaan dilontarkan oleh warga Sulut dari via telpon ke TVRI Sulut mempertanyakan mengenai penanganan korupsi maupun hukuman yang setimpal bagi para pelaku penjarahan uang negara yang berdampak luas bagi pemiskinan sistematis yang dimainkan penguasa dan kroni-kroninya bahkan sampai perekayasaan tender proyek walau sistem tendernya secara terbuka lewat sistem online.

Dari berbagai pertanyaan tersebut, Saya menjawab tidak ada hal ain untuk mengatasi korupsi di Sulut dan umumnya Indonesia, yakni hanya menerapkan hukuman setimpal yang mempunyai efek jera. Hukuman bagi koruptor bukan sekedar hukuman biasa tapi hukuman yang benar-benar bisa membuat jera, salah satunya hukuman mati. Walaupun di negara kita belum ada yang di hukum mati karena terbukti korupsi, tapi dengan hukuman mati akan membuat orang lain berpikir 1000 kali untuk melakukan korupsi.

Persoalan korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa ini yang begitu ironi di negara kita, dan terkhusus di Sulut masih diganjar dengan hukuman yang begitu ringan. Padahal di negara tetangga Singapura, walau negara kecil tetapi hukum membuat mereka menjadi negara makmur. Singapura termasuk negara maju dengan masyarakatnya yang sejahtera. Selain itu, Singapura termasuk negara dengan tingkat korupsi paling rendah. Tak lain karena hukuman terhadap koruptor adalah kematian.

Pada kurun waktu 1994-1999 hukuman mati sudah dilakukan kepada lebih dari seribu orang. Tak hanya korupsi yang dihukum mati, para pembunuh, penyelundupan obat terlarang, dan kejahatan tingkat atas lainnya juga bisa terancan hukuman mati. Demikian dengan negara Korea Utara, China, Vietnam dan Taiwan. Untuk China, negara ini sudah paling banyak menghukum mati koruptor, walau kerugian negara hanya ratusan juta sekalipun. Bagaimana Indonesia, bagaimana Sulut ? (Deandra)





Dimanakah Aku ?



DUDUK tak tahu harus berbuat apa. Terasa pahit mulut ini setiap mengecap air ludah aku. Seakan waktu tak pernah berpihak kepadaku.
Aku terasa terasing dalam dunia nyata... aku bingung mengenai apa ?

Dimanakah keberadaan aku saat ini ? Semua seperti mimpi, padahal aku tak tidur. Semua seperti hayalan, padahal aku tetap berpikir. Atau semua ini hanya fantasi kosong belaka saja dengan memori otak aku yang sudah mulai usang dan eror...

Tak mengerti dengan waktu yang sombong... tak paham dengan pengertian yang kosong. Barangkali ini yang dinamakan penyesatan hidup dalam bingkai manipulasi kenyataan hidup sendiri. Entahlah... aku bingung... Ada dimanakah sebenarnya aku ?..........

Kekerasan Bukan Pilihanku, Jangan Kobarkan Api



HARI ini tanggal 12 Desember 2014, aku kembali menjadi orang bar-bar. Potensi kekerasan dengan emosional meledak-ledak tak terkontrol kembali aku lakukan. Memang itu salah, tidak ada alasan pembenar dalam kemarahan aku. Banyak hal yang aku rugikan, tetapi sudah demikian adanya. Mungkin cuma satu, masa lalu adalah perjalan waktu yang sudah lewat.

Saat ini, waktu terkini aku berada di tempat dimana aku bisa mencari kedamaian diri. Ketenangan diri untuk dihargai secara perasaan mungkin barang langka untuk aku. Semua ada masa lalu, dan saat ini aku ingin keluar dari semua kesesakan hati dan perasaan. Aku ingin melepas semua keegoisan dengan berlahan, termaksud di dalamnya kekerasan itu.

Siapa sih yang mau dengan tekanan hidup, masalah super komplit yang membawa hidup aku hanya berputar-putar pada lintasan hidup yang sama. Aku kebingungan, terasa aneh semua bagai hal yang menekan jiwa dan raga ini. Aku lelah dan sangat lelah, cuma meminta agar aku bisa mendapatkan ketenangan jiwa. Aku dilahirkan dengan jiwa pemberontakan, ketika hal yang tidak prinsip mengusik terhadap sisi nurani, aku bisa berbuat berbagai hak di luar jangkauan nilai-nilai kebaikan itu.

Kelelahan sangat menekan aku, entah dimana kedamaian itu. Pengalaman menyaksikan tindakan bodoh sering diambil oleh orang-orang baik membunuh, menyakiti diri sendiri bahkan bunuh diri, sering menjadi cibiran aku. Tetapi aku sadar semua itu bisa terjadi ketika kita tak bisa mengontrol emosi kita terhadap hal mengusik nurani. Aku masih punya hati, aku sering melakukan kekerasan karena di luar jangkauan diri. Aku membutuhkan sosok seperti ibu aku yang bisa menjadi penyejuk... ketika aku menjadi api, tentu ada air yang bisa memadamkan kobaran api itu. Bukan sebaliknya, malah sang air menjadi seperti api yang ikut menjadi panas... aku tertekan.... aku butuhkan sosok yang bisa mengerti...sosok yang bisa berdiskusi, bukan menjadi sosok yang selalu membawa cerita-cerita masa lalu, dan menekan sisi nurani manusiaku yang bisa menjadi binatang yang tak bernurani.... maaf..

Minggu, 07 Desember 2014

Bersama Pelacur Manado


KOTA Manado merupakan salah satu kota religius. Begitu sepintas kalau orang baru atau tamu dari luar Manado datang ke kota yang di kenal dengan 4B itu, yakni Bubur, Bunaken, Boulevard dan Bibir. Tapi membahas 4 B tersebut tentu paling asyik pada kata terakhir Bibir. Namun saat ini kita kembali lagi pada kata kota religius. Kenapa religius ? Karena hampir disetiap jalan yang ada sejauh mata memandang selalu ada tempat-tempat ibadah.

Sejak beberapa tahun ini, Kota Manado menjadi kota yang cukup sibuk dengan berbagai iven nasional maupun internasional. Pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan hotel begitu maraknya. Tapi siapa sangka kota religius itu kini berubah menjadi "kota bergairah".

Tak heran membahas 4B pada kata terakhir yakni bibir, begitu bergairah pula. Bibir disini identik dengan perempuan Manado yang doyan makan, doyan bercakap-cakap dan doyan pada kehidupan malam atau bisnis esek-esek. Bicara cewek Manado, tentu identik dengan kehidupan seks bebas kota ini. Cewek Manado yang putih mulus dan berwajah cantik-cantik menjadi komoditas seks yang begitu menggiurkan bagi para lelaki penikmat cinta sesaat.

Bercerita seputar kehidupan malam di Manado, tentu tak lepas dari bisnis esek-esek tersebut. Bisnis pelacuran di Manado berjalan bersama dengan perkembangan kota ini. Ada ratusan tempat pijat yang beroperasi dengan bisnis esek-esek di dalamnya. Ada pula diskotik dari kelas atas sampai kelas kambing remang-remang lainnya, tersebar di sudut kota Manado.

Teringat dikala saya membawa seorang reporter koran ternama di Manado 0 untuk investigasi bisnis pelacuran Manado. Saat itu kami mengarah kebilangan Malalayang ke salah satu tempat yang disebut Kowloon. Untuk ke lokasi pelacuran, kita harus melewati rumah ibadah, yakni tak jauh dari Gereja yang jaraknya memang begitu dekatnya.

Kami waktu itu menggunakan mobil berkaca gelap. Setelah di lokasi kami parkir di sudut bersamaan dengan kendaraan lainnya yang ada di tempat pelacuran tersebut. Awalnya kita disambut sang germo bernama Audy yang biasa disapa "papi" ini. Dengan alasan mencari seorang teman di diskotik Kowloon, Audy tak menaruh curiga kepada kami. Maklumlah, bisnis esek-esek di tempat ini transaksinya hanya ditempat parkir halaman salah satu hotel disana yang juga ada diskotiknya.

Mudah ditebak, beberapa saat kemudian ada kendaraan lainnya yang masuk dan disambut hal yang sama oleh Audy. Dengan isyarat tertentu, lantas bermunculan gadis-gadis nan seksi dari balik mobil lainnya di tempat itu. Yah, gadis-gadis yang berumur variasi antara 19 sampai 25 tahun itu memang menunggu tamu malamnya di mobil mereka masing-masing.

Setelah deal harga yang ditawarkan yakni dari Rp750 ribu sampai Rp 1 juta, gadis pilihan sudah bisa dibawa untuk dicumbui, baik di hotel setempat dengan harga Rp 130 ribu, maupun di bawa ke hotel di luar tempat tersebut.

Wanita-wanita yang cantik-cantik dan putih mulus tersebut dengan latar belakang berbeda. Mereka dari yang masih sekolah SMA sampai mahasiswa, ada di tempat itu. Mahasiswa atau anak sekolahan biasanya sudah menjadi piaraan bos-bos dari luar kota. Saat melacur, biasanya majikan mereka lagi di luar kota. Sisa lainnya memang mereka yang berprofesi sebagai pelacur tetap di tempat tersebut. Bagaimana pingin mencoba ? Ah.. harus selektif dan berhati-hati, sebab kasus HIV-AIDS di Manado sudah begitu banyak. Hal inipun seperti fenomena gunung es, yang terlihat hanya ujungnya saja, tetapi dibalik itu ada penderita lainnya yang terus menyebarkan penyakit tersebut. Jika dahaga sudah tak tertahankan, dan pingin mencoba bibir Manado, tak ada salahnya memakai permen karet.